KISAH SEORANG ISTRI PENDERITA GAGAL GINJAL - heru prasetyo

Breaking

heru prasetyo

BELAJAR SEJARAH 1/3 BELAJAR AGAMA ILMU, CAHAYA dan AKAL

Header Ads

test banner

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Senin, 02 Februari 2015

KISAH SEORANG ISTRI PENDERITA GAGAL GINJAL

Dikisahkan Susi Handayani

Aku seorang istri penderita gagal ginjal kronik. Suamiku, seorang guru di sebuah SMA Negeri di kabupaten Sragen. Suamiku adalah tulang punggung keluarga dan aku hanyalah seorang ibu rumah tangga.
Pada ssuatu hari suami merasakan sakit kepala hebat yang disertai demam. Lalu aku periksakan suamiku ke dokter dan dokter menyatakan bahwa suamiku harus opname. Pada waktu itu tensi suamiku tinggi dan dari hasil cek lab, kreatien dan ureumnya tinggi. Setelah dirawat beberapa hari, suamiku diperbolehkan pulang, dan harus control rutin setiap bulan.
                Selama berobat rutin, ternyata kreatien dan ureumnya semakin tinggi, lingga pada pada suatu hari, suamiku sakit kepala lagi, namun kali ini selain disertai demam, suamiku juga mual, muntah dan lemas. Lalu saya bawa ke RS dr. Moewardi Solo, tepatnya tanggal 21 Maret 2012. Pada saat itulah suamiku dinyatakan “gagal ginjal kronik” dan harus menjalani cuci darah. Pada saai tu aku merasa langit seakan runtuh, sedih, bingung campur aduk jadi satu. Teringat akan kedua anak kami yang dirumah. Yang pada saat itu anak pertama kami baru akan menyelesaikan tugas akhir di perguruan tinggi negeri di Solo. Dan pada saat anak kami wisuda, suamiku tidak dapat ikut menyaksikan, karena sehari sebelumnya baru pulang dari rumah sakit. Sedang anak kedua kami menjelang ujian akhir sekolah di SMP. Tetapi di depan suami aku harus tegar, berusa untuk tidak kelihatan sedih, maupu menangis didepan suamiku dan terus memberi semangat pada suamiku serta tiada henti memeohon pada Allah SWT supaya aku kuat mengahadami semua ini.       Pada tanggal 26 Maret  2012 suamiku menjalani cuci darah untuk pertama kalinya dan keesokan harinya suamiku diperbolehkan pulang dari rumah sakit dan harus menjalani cuci darah satu minggu satu kali di rumah sakit dr. Moewardi Solo.
                Baru beberapa kali manjalani cuci darah, ada saudaara dating ke rumah menawarkan obat herbal, dan suamiku tertarik untuk membelinya. Sejak saat itu selain cuci darah, suamiku juga mengkonsumsi obat herbal. Pada bulan pertama pemakaian obat herbal, kreatien dan ureum justru semakin tinggi, setelah dinyatakan pada penjualnya, katanya, “memang begitu pada pemakaian awal, kreatein dan ureum akan naik, itu pertanda obat bereaksi, nanti perlahan akan turun”. Tetapi kenyataanya pada bulan berikutnya hasil cek lab naik lagi. Dan anehnya penjual obatnya malah menganjurkan suamiku untuk berhenti cuci darah dan suamiku  nurut saja. Pada saat itu aku tidak dapat berbuat apa-apa, selain mengikuti kemauan suami. Karena pada waktu itu suamiku mudah marah dan gampang tersinggung.
                Sebenarnya sebelum berhenti cuci darah, dokter Wachid Putranto, Sp. PD sudah menganjurkan untuk ikut CAPD. Awalnya mau untuk ikut program CAPD, tetapi kemudian suamiku berubah pikiran, dan jadi sering marah, apalagi setiap kali mendengar kata CAPD, dia pasti marah. Bahkan setiap mendengar kata CAPD katanya serasa mau muntah. Dan setelah berhenti cuci darah, suamiku tetap mengkonsumsi obat herbal.Hingga pada suatu hari kondisi suamiku ngedrop lagi,dan langsung aku bawa ke rumah sakit Dr. Moewardi solo,yaitu pada tanggal 16 Agustus 2012 suamiku harus dirawat lagi.dan dokter kembali menyarankan suamiku untuk CAPD, dan suamiku menyetujui.Tetapi berhubung pada saat itu menjelang lebaran, pemasangan alat CAPD akan dilaksanakan setelah lebaran, maka suamiku diperbolehkan pulang dulu, yaitu pada tanggal 18 Agustus 2012.
           Sehabis lebaran, tepatnya pada tanggal 31 Agustus 2012 suamiku masuk rumah sakit lagi untuk menjalani pemasangan alat CAPD. Karena saat itu ureum dan keratin suamiku masih tinggi, maka suamiku harus menjalani cuci darah  untuk menurunkanya. Setelah cuci darah 3 kali berturut – turut dalam waktu tiga hari, ureum keratin sudah di bawah 5, sesuai yang diminta oleh dokter anestesi. Maka pada tanggal 3 september 2012 dilaksanakan pemasangan alat CAPD. Dan Alhamdulillah operasi berjalan lancar. Keesokan harinya suamiku sudah di perbolehkan pulang. Ternyata setelah di rumah aku belum bisa tenang, karena pada malam harinya suamiku nggak bisa tidur gelisah,dan menangis. Dia kembali sering merasa mual, lemas, dia jadi sering ngomong sendiri, senyum sendiri, seperti orang kerasukan, dan itu berlangsung berhari- hari, bahkan mingguan. Dengan kondisi seperti itu yang bisa kulakukan hanyalah mohon kekuatan pada Allah SWT agar diberi kekuatan dan kesabaran.

          Dua minggu setelah operasi, CAPD mulai di coba, dan Alhamdulillah lancar, sekaligus aku dan suami mendapat pelatihan penggunaan CAPD di rumah sakit Dr. Moewardi solo selama tiga hari. Dan mulai saat itu suamiku kondisinya semakin membaik, sudah tidak mual lagi, nafsu makan juga bertambah, dan semakin hari semakin nyaman, tensinya juga sudah normal. Dan bisa beraktifitas lagi seperti biasa, yaitu mengajar. Walaupun pada saat itu suamiku merasa agak minder, karena berat badannya yang sempat merosot. Dengan semangat yang dia miliki, akhirnya berat badannya sekarang sudah pulih, begitu juga dengan rasa percaya dirinya.  Alhamdulillah.

Tidak ada komentar:

Post Top Ad

Responsive Ads Here